Eksistensi Uab
Meto di Era Revolusi Industri 4.0: “Pertahankan atau Hilang Diambil Orang”.
Terabaikannya
pengutamaan bahasa daerah merupakan tantangan terbesar pada era revolusi industry 4.0 dengan kondisi
bahasa daerah saat ini cukup mengkhawatirkan nyaris punah karena jumlah penutur
yang menyusut dan berkurang, bencana alam, kawin campur antar suku, letak
geografis suatu daerah tidak menguntungkan, dan sikap masyarakat yang negatif
terhadap bahasa daerah.
Masyarakat Dawan
(Atoin Meto) memiliki tradisi berupa tuturan lisan yaitu Natoni dan sudah
merupakan kebiasaan yang sering digunakan pada acara tradisional seperti acara
peminangan, pernikahan, panen, upacara tradisional lainnya dan juga pada
acara kenegaraan atau ceremonial
(upacara kenegaraan, penyambutan tamu). Natoni dituturkan oleh setiap suku
yakni suku Amanatun, Amanuban dan Mollo sesuai dengan dialek setiap suku.
Natoni adalah
tuturan lisan yang diungkapkan dalam bentuk pantun tradisional (adat) dan
dituturkan oleh sekelompok orang yakni kelompok atonis (pemandu) dan kelompok
atutas (pendukung). Bahasa Natoni adalah bahasa sakral yang bermakna yang
mencerminkan ketulusan dan keramahan masyarakat dawan (Atoin Meto) dan
merupakan sebuah kesusastraan lisan yang dianggap sebagai sebuah puisi atau pantun
tradisional yang memiliki nilai atau bermakna. Oleh karena itu, Natoni harus
dipertahankan sebagai warisan budaya masyarakat Dawan yang tetap dilestarikan
sehingga tidak berakibat punahnya bahasa tersebut.
Dalam implikasinya
terhadap pembelajaran maka teks natoni dapat digunakan sebagai referensi untuk
mata pelajaran Bahasa Inggris, Bahasa Indonesia dan Seni Budaya.