Pajak karbon adalah salah satu substansi
yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi
peraturan perpajakan. Pajak karbon sendiri adalah jenis pungutan yang dikenakan
atas setiap emisi karbon yang memberikan dampak negatif bagi lingkungan hidup.
Pemerintah Indonesia akan mulai menerapkan pajak karbon sejak April tahun 2022
atas sektor Pembangkit Listrik Tenaga Uap-Batu Bara yang kemudian akan
diperluas ke sektor-sektor lain pada awal tahun 2025 mendatang. Per-tahun 2018,
Indonesia adalah negara kesembilan dengan jumlah emisi karbon terbesar di
dunia, yakni mencapai 583.110 kiloton CO₂ ekuivalen. Pajak karbon ini
diterapkan dengan tujuan untuk menekan jumlah emisi yang dihasilkan oleh
masyarakat Indonesia sehingga permasalahan lingkungan, seperti pemanasan
global, dapat dicegah dan dihentikan.
Pemerintah Indonesia memiliki target
penurunan emisi sebesar 29% per-tahun 2030 dengan usaha sendiri, dan sebesar
41% dengan bantuan negara lain, sebagaimana disebutkan dalam Nationally
Determined Contribution (NDC) Indonesia di Perjanjian Paris tahun 2016
lalu. Lebih jauh dari itu, pajak karbon juga diharapkan mampu menjadi ujung
tombak untuk mencapai target Net Zero Emission (NZE) pada tahun 2060
mendatang. Penurunan emisi ini menjadi isu penting bagi seluruh negara di dunia
karena mengingat fenomena pemanasan global yang semakin memburuk dalam beberapa
tahun terakhir. Untuk itulah, penerapan pajak karbon menjadi hal yang penting,
tak hanya bagi Indonesia melainkan bagi seluruh negara di dunia.
Akan tetapi, Indonesia belum memiliki
pengalaman dalam penerapan pajak karbon. Penerapan pajak karbon ini sangat baru
dan terasa asing bagi Indonesia. Untuk itu, menjadi penting untuk melihat
bagaimana negara-negara lain yang terlebih dahulu telah menerapkan pajak karbon
dan belajar dari mekanisme yang dirancang disana. Metode penelitian yang
digunakan dalam menghasilkan tulisan ini adalah metode kualitatif, dimana data
dikumpulkan melalui studi literatur berupa buku, jurnal dan tulisan ilmiah
lainnya dan melalui wawancara dengan akademisi dari Politeknik Keuangan Negara
STAN, akademisi dari Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, dan
pegawai dari Badan Kebijakan Fiskal.
Dalam tulisan ini, akan dibahas terkait
mekanisme penerapan pajak karbon di negara Finlandia sebagai negara pertama
yang menerapkan pajak karbon di dunia, dan di negara Swedia sebagai negara
dengan tarif pajak karbon tertinggi di dunia. Tulisan ini akan mengupas secara
tuntas seputar pajak karbon yang ada di kedua negara tersebut, yang dimulai
dari sejarah penerapan pajak karbon di sana, tarif pajak karbon yang
diterapkan, mekanisme pengenaan yang diterapkan, pengaruh pajak karbon terhadap
emisi karbon di negara tersebut, dan pengaruh penerapan pajak karbon terhadap
penerimaan perpajakannya serta terhadap pertumbuhan perekonomian negara yang
direpresentasikan melalaui Produk Domestik Bruto (PDB) negara tersebut. Hasil
pembahasan ini kemudian akan dibandingkan dengan mekanisme pajak karbon
Indonesia yang diatur dalam Undang-Undang HPP.